Kamis, 20 Februari 2014

Makalah Lesson Study

MAKALAH
STRATEGI PEMBELAJARAN BIOLOGI


LESSON STUDY (LS)









Oleh:
KELOMPOK VII
ANNISA RAHMI (1304152)
SUCI FAJRINA (1304133)







PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2013






BAB I
PENDAHULUAN

Umumnya pembelajaran dilakukan dalam bentuk satu arah. Guru lebih banyak ceramah di hadapan siswa sementara aktivitas siswa lebih banyak mendengarkan. Pelajaran yang disajikan guru kurang menantang siswa untuk berpikir. Akibatnya siswa tidak menyenangi pelajaran. Paradigma pembelajaran di kelas dewasa ini telah mengalami pergeseran orientasi. Semula, orientasi pembelajaran itu tidak lebih sekedar penyampaian informasi kepada peserta didik. Namun sekarang, pembelajaran lebih diutamakan untuk menggali potensi peserta didik, sehingga memancar daripadanya pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan keterampilannya (psikomotor). Strategi yang digunakan pun tidak lagi sekedar pemberian materi, tetapi juga menstimulasi peserta didik agar mampu merumuskan sendiri konsep-konsep yang dipelajarinya.
Adanya pergeseran paradigma itu menjadikan peran guru di kelas berubah, dari peran yang hanya penyampai informasi (transformator) kepada peran sebagai perantara (fasilitator dan mediator). Dengan kata lain, pergeseran dari teacher centered  ke student centered.  Adanya pergeseran paradigma tersebut, menuntut guru untuk lebih meningkatkan kompetensinya, baik sebagai seorang profesionalisme maupun sebagai seorang craftmant (tenaga ahli dan terampil). Untuk mengatasi hal-hal tersebut guru perlu melakukan lesson study, sehingga guru dapat melakukan review terhadap kinerjanya yang selanjutnya dapat digunakan sebagai masukan untuk memperbaiki kinerjanya.
Lesson Study (LS) atau Kaji Pembelajaran adalah suatu pendekatan peningkatan pembelajaran yang awal mulanya berasal dari Jepang. LS menyediakan suatu proses untuk berkolaborasi dan merancang lesson (pembelajaran) dan mengevaluasi kesuksesan strategi-strategi mengajar yang telah diterapkan sebagai upaya meningkatkan proses dan perolehan belajar siswa. Dalam proses-proses LS tersebut, guru bekerja sama untuk merencanakan, mengajar, dan mengamati suatu pembelajaran yang dikembangkannya secara kooperatif.


BAB II
KAJIAN LITERATUR

A.  Pengertian Lesson Study
Lesson study (LS) yaitu terjemahan dari bahasa jepang yaitu Jugyokenkyu, yang berasal dari dua kata yaitu jugyo yang berarti lesson atau pembelajaran dan kenkyu yang berarti study atau pengkajian. Dengan demikian LS merupakan study atau pengkajian terhadap pembelajaran (Rusman, 2011).

Menurut Ridwan (2006) dalam Krisnawan 2010 menyatakan bahwa  LS dalam bahasa Jepang disebut Jugyokenkyu adalah bentuk kegiatan yang dilakukan oleh seorang guru/sekelompok guru yang bekerja sama dengan orang lain (dosen, guru mata pelajaran yang sama/guru satu tingkat kelas yang sama, atau guru lainnya), merancang kegiatan untuk meningkatkan mutu belajar siswa dari pembelajaran yang dilakukan oleh salah seorang guru dari perencanaan pembelajaran yang dirancang bersama/sendiri, kemudian di observasi oleh teman guru yang lain dan setelah itu mereka melakukan refleksi bersama atas hasil pengamatan yang baru saja dilakukan. Refleksi bersama merupakan diskusi oleh para pengamat dan guru pengajar untuk menyempurnakan proses pembelajaran dimana titik berat pembahasan pada bagaimana siswa belajar, kapan siswa belajar, kapan siswa mulai bosan mendapatkan pengetahuan dan kapan siswa mampu menjelaskan kepada temannya dan kapan siswa mampu mengajarkan kepada seluruh kelas.

LS  adalah suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan belajar bersama (mutual learning) untuk membangun masyarakat belajar (learning community. Dengan demikian, LS bukan metoda atau strategi pembelajaran tetapi kegiatan LS dapat menerapkan berbagai metoda/strategi pembelajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan permasalahan yang dihadapi guru. LS dapat dilakukan oleh sejumlah guru dan pakar pembelajaran yang mencakup 3 (tiga) tahap kegiatan, yaitu perencanaan (planning), implementasi (action) pembelajaran dan observasi serta refleksi (reflection) terhadap perencanaan dan implementasi pembelajaran tersebut, dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran (Lufri, 2007).

Hampir sama dengan Lufri, Rusman (2011) juga mengemukakan bahwa, LS merupakan model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning serta membangun learning community. LS termasuk model terbaru dalam pengembangan kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, diperlukan upaya sosialisasi secara serius dan berkelanjutan agar model tersebut bisa diterapkan oleh guru di sekolah. Dalam implementasinya, ada tiga tahapan yang mesti dilakukan, yakni plan (merencanakan), do ( melaksanakan) dan see (merefleksikan).

B.  Sejarah Lesson Study
Istilah LS sendiri diciptakan oleh Makoto Yoshida. Praktik ini mempunyai sejarah panjang, dan secara signifikan telah membantu perbaikan dalam pembelajaran (teaching) dan pemelajaran/proses belajar (learning) siswa dalam kelas, juga dalam pengembangan kurikulum. Banyak guru sekolah dasar dan sekolah menengah di Jepang menyatakan bahwa LS merupakan salah satu pendekatan pengembangan profesi penting yang telah membantu mereka tumbuh berkembang sebagai profesional sepanjang karer mereka (Yoshida 1999 dalam Krisnawan 2010). Di Jepang para guru dapat meningkatkan ketrampilan/kecakapan dalam mengajarnya melalui kegiatan LS, yakni belajar dari suatu pembelajaran. LS merupakan salah satu bentuk pembinaan guru (in-service) yang dapat dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme guru. LS dilakukan diwilayah guru mengajar dengan menggunakan kelas dalam lingkungan nyata, sehingga akan membiasakan guru bekerja secara kolaboratif baik dengan guru bidang studi dan dengan guru diluar bidang studi, bahkan dengan masyarakat. LS merupakan kolaboratif antara guru dalam menyusun rencana pembelajaran beserta research lessonnya, pelaksanaan KBM dikelas yang disertai observasi dan refleksi. Dengan LS para guru dapat leluasa meningkatkan kinerja dan keprofesionalannya yang akhirnya dapat meningkatkan mutu pembelajaran.

LS diperkenalkan di Indonesia melalui kegiatan piloting yang dilaksanakan dalam proyek follow-up IMSTEP-JICA di tiga perguruan tinggi yaitu UPI, UNY, dan UM. Di UM sendiri lessson study diperkenalkan di Malang secara formal oleh JICA expert Eisoke Saito, Ph.D. pada bulan januari 2004, selanjutnya diikuti kegiatan pengimplementasian LS di SMA labotarium Universitas Negeri Malang (I Made Sulandra, 2006 dalam Krisnawan 2010). LS merupakan hal yang baru bagi sebagian sebagian besar guru. LS diadopsi dari Jepang dan diuji cobakan di beberapa sekolah sebagai pilot project, diantaranya Bandung (dibawah UPI), di Yogyakarta (dibawah UNY), dan di Malang (dibawah UM).

C.  Ciri-ciri dan manfaat Lesson Study
Menurut Catherine Lewis (2004) dalam Rusman 2011, ciri-ciri utama dari LS berdasarkan hasil observasi beberapa sekolah di Jepang adalah sebagai berikut.
1.    Tujuan bersama untuk jangka panjang. LS didahului adanya kesepakatan dari para guru tentang tujuan bersama yang ingin ditingkatkan dalam kurun waktu jangka panjang dengan cakupan tujuan yang lebih luas, misalnya tentang: pengembangan kemampuan akademik siswa, pengembangan kemampuan individual siswa, pemenuhan kebutuhan belajar siswa, pengembangan pembelajaran yang menyenangkan, mengembangkan kerajinan siswa dalam belajar, dan sebagainya.
2.    Materi pelajaran yang penting. LS memfokuskan pada materi atau bahan pelajaran yang dianggap penting dan menjadi titik lemah dalam pembelajaran siswa serta sangat sulit untuk dipelajari siswa.
3.    Studi tentang siswa secara cermat. Fokus yang paling utama dari LS adalah pengembangan dan pembelajaran yang dilakukan siswa, misalnya apakah siswa menunjukkan minat dan motivasinya dalam belajar, bagaimana siswa bekerja dalam kelompok kecil, bagaimana siswa melakukan tugas-tugas yang diberikan guru, serta hal-hal lainya yang berkaitan dengan aktivitas, partisipasi, serta kondisi dari setiap siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Dengan demikian, pusat perhatian tidak lagi hanya tertuju pada bagaimana cara guru dalam mengajar sebagaimana lazimnya dalam sebuah supervisi kelas yang dilaksanakan oleh kepala sekolah atau pengawas sekolah.
4.    Observasi pembelajaran secara langsung. Observasi langsung boleh dikatakan merupakan jantungnya LS. Untuk menilai kegiatan pengembangan dan pembelajaran yang dilaksanakan siswa tidak cukup dilakukan hanya dengan cara melihat dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) atau hanya melihat dari tayangan video, namun juga harus mengamati proses pembelajaran secara langsung. Dengan melakukan pengamatan langsung, data yang diperoleh tentang proses pembelajaran akan jauh lebih akurat dan utuh, bahkan sampai hal-hal yang detail sekali pun dapat digali. Penggunaan videotape atau rekaman bisa saja digunakan hanya sebatas pelengkap, dan bukan sebagai pengganti.

Adapun manfaat LS menurut Lewis (2002) dalam Santyasa 2009 adalah sebagai berikut:
1.      LS Memungkinkan Guru Memikirkan Dengan Cermat Mengenai Tujuan Pembelajaran, Materi Pokok, dan Bidang Studi
LS tidak hanya memperhatikan pembelajaran untuk satu kali pertemuan atau satu pokok bahasan saja, melainkan bagaimana membelajarkan satu unit materi pokok dan bahkan bidang studi, dan juga memperhatikan perkembangan siswa dalam jangka panjang. Karena itu, ketika memilih bidang kajian akademis dan topik LS, guru sering (a) menargetkan dalam mengatasi kelemahan siswa dalam belajar, (b) memilih topik yang bagi guru sulit mengajarkannya, (c) memilih subjek terkini, misalnya aspek kebaharuan segi isi, teknologi, dan pendekatan pembelajaran, (d) memusatkan perhatian pada hal terpenting yang mendasar yang berpengaruh terhadap pembelajaran lainnya (misalnya bahasa dan matematika).

2.      LS Memungkinkan Guru Mengkaji dan Mengembangkan Pembelajaran yang Terbaik yang Dapat Dikembangkan
Melalui LS, guru dapat mengkaji dan mengembangkan pembelajaran yang terbaik, misalnya guru mampu menghasilkan produk buku. Buku-buku tersebut memuat tujuan jangka panjang yang ingin dicapai, filosofi pembelajaran yang dianut, rancangan pembelajaran dan rancangan seluruh unit, contoh hasil kerja siswa, hasil refleksi mengenai kekuatan dan kesulitan dalam pembelajaran, serta petunjuk praktis bagi guru lain yang ingin mencoba pembelajaran tersebut. Dalam hal ini, guru yang lain tidak hanya diharapkan mencoba membelajarkan, tetapi yang lebih penting mereka sedapat mungkin menambah, menguji, dan melaporkan perbaikan yang mereka lakukan. Proses tersebut akan bermuara pada peningkatan kualitas pembelajaran.

3.      LS Memungkinkan Guru Memperdalam Pengetahuan Mengenai Materi Pokok Yang Diajarkan
LS juga memperdalam pengetahuan guru mengenai materi pokok yang diajarkan. Dengan melaksanakan LS, guru dapat mengidentifikasi dan mengorganisasi informa siapa yang mereka perlukan untuk memecahkan masalah pembelajaran yang menjadi fokus kajian dalam LS. Melalui LS guru secara bersama-sama berkesempatan untuk memikirkan pengetahuan yang dianggap penting, apa saja yang belum mereka ketahui mengenai hal itu, dan berusaha mencari informasi yang mereka perlukan untuk membelajarkan siswa.


4.      LS Memungkinkan Guru Memikirkan Secara Mendalam Tujuan Jangka Panjang Yang Akan Dicapai Yang Berkaitan dengan Siswa
LS dapat memberi kesempatan kepada guru untuk mempertimbangkan kualitas ideal yang ingin dikuasai oleh siswa pada saat mereka lulus, kualitas apa yang dimiliki siswa saat sekarang, dan bagaimana mengatasi kesenjangan yang ada di antaranya. Guru sering menerjemahkan kualitas ideal yang diharapkan dimiliki oleh para siswa itu adalah dalam bentuk kecakapan hidup. Kecakapan-kecakapan hidup yang dimaksud, misalnya sikap menghargai persahabatan, mengembangkan perspektif, dan cara berpikir dalam menikmati sains.

5.      LS Memungkinkan Guru Merancang Pembelajaran Secara Kolaboratif
LS memberi kesempatan kepada guru secara kolaboratif merancang pembelajaran. Menurut Lewis (2002), rata-rata guru di Jepang mengamati sekitar 10 pembelajaran yang diteliti setiap tahun. Guru di Jepang mempersepsi bahwa aktivitas kolaboratif sangat menguntungkan. Aktivitas kolaboratif dapat memberikan kesempatan kepada guru untuk memikirkan pembelajarannya sendiri setelah mempertimbangkannya dengan pengalaman yang dilakukan oleh guru yang lain. Melalui LS guru dapat saling membelajarkan melalui aktivitas-aktivitas shared knowledge.

6.      LS Memungkinkan Guru Mengkaji Secara Cermat Cara dan Proses Belajar Serta Tingkah Laku Siswa
LS memberi kesempatan kepada guru untuk mengkaji secara cermat cara dan proses belajar serta aktivitas siswa. Fokus LS hendaknya diarahkan pada peningkatan pembelajaran melalui pengamatan terhadap aktivitas belajar siswa. Pengamatan tersebut bertujuan untuk menemukan cara-cara untuk meningkatkan kegiatan belajar dan kegiatan berpikir siswa, bukan pada kegiatan guru. Oleh sebab itu, aktivitas LS sesungguhnya buka menyalahkan guru atau mengkritik kesalahan guru. Di dalam LS, guru perlu mencari bukti bahwa siswa memang belajar, termotivasi, dan berkembang. Berdasarkan data yang dikumpulkan, guru dapat melihat pembelajarannya melalui tanggapan siswa. Untuk memperoleh respon siswa tersebut, pertanyaan yang dapat diajukan, adalah: bagaimana pemahaman siswa mengenai materi pembelajarannya? Apakah siswa tertarik untuk belajar? Apakah mereka memperhatikan ide siswa lainnya? Secara singkat, ada 5 hal penting terkait dengan data siswa yang perlu dikumpulkan,yaitu hasil belajar akademis, motivasi dan persepsi, tingkah laku sosial, sikap terhadap belajar, dan interaksi guru-siswa dalam proses pembelajaran.

7.      LS Memungkinkan Guru Mengembangkan Pengetahuan Pedagogis Yang Kuat Penuh Daya
LS dapat memberi peluang kepada guru untuk mengembangkan pengetahuan pedagogis secara optimal. Hal ini disebabkan karena melalui LS guru secara terus menerus berupaya untuk mengembangkan dan meningkatkan strategi pembelajaran yang dapat diterapkan untuk menerjemahkan kurikulum. Guru dapat secara terus menerus memikirkan bagaimana kualitas pertanyaan yang mampu dipecahkan oleh siswa dalam pembelajaran. Pertanyaan tersebut diharapkan dapat memotivasi siswa untuk mempertahankan minat belajarnya secara konsisten. Guru juga memikirkan bagaimana menggunakan debat agar mampu memaksimalkan partisipasi siswa dalam diskusi dan bagaimana mendorong siswa untuk dapat membuat catatan yang baik dan melakukan refleksi diri.

8.      LS Memungkinkan Guru Melihat Hasil Pembelajaran Sendiri Melalui Respon Siswa dan Tanggapan Para Kolega
LS memberi kesempatan kepada guru melihat hasil pembelajarannya sendiri melalui respon siswa dan tangapan para kolega. Data yang diberikan oleh kolega menjadi “cermin” bagi guru yang melaksanakan LS. Kolega dapat membantu guru mencatat kegiatan diskusi dalam kelompok kecil, menghitung jumlah siswa yang angkat tangan, atau mencatat pertanyaan dan jawaban guru. Guru pelaksana LS dapat pula memita kepada kolega untuk mencatat interaksi siswa, misalnya difokuskan pada interaksi 3 orang siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah, dan menilai karya mereka. Dengan cara ini, guru dapat melihat bagaimana siswa mengalami pembelajaran yang efektif.

D.  Tahap-tahap Lesson Study
Menurut Santyasa (2009) LS merupakan salah satu strategi pengembangan profesi guru. Kelompok guru mengembangkan pembelajaran secara bersama-sama, salah seorang guru ditugasi melaksanakan pembelajaran, guru lainnya mengamati belajar siswa. Proses ini dilaksanakan selama pembelajaran berlangsung. Pada akhir kegiatan, guru-guru berkumpul dan melakukan tanya jawab tentang pembelajaran yang dilakukan, merevisi dan menyusun pembelajaran berikutnya berdasarkan hasil diskusi.

Berkenaan dengan tahapan LS ada beberapa pendapat, diantaranya menurut Mulyana (2007) dalam Rusman (2011) ada tiga tahap LS, yaitu (1) tahap perencanaan (Plan), (2) tahap pelaksanaan (Do), dan (3) tahap refleksi (See). Sedangkan menurut Wikipedia (2007) dalam Rusman (2001) ada empat tahap dalam LS. Berikut diuraikan masing-masing langkah-langkah tersebut.

1.      Tahap Perencanaan
Tahap ini bertujuan untuk menghasilkan rancangan pembelajaran yang diyakini mampu membelajarkan siswa secara efektif serta membangkitkan partisipasi siswa dalam pembelajaran. Pada tahap ini, para guru yang tergabung dalam LS berkolaborasi untuk menyusun RPP yang mencerminkan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Perencanaan diawali dengan kegiatan menganalisis kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran, selanjutnya bersama-sama pula mencari solusi untuk memecahkan masalah yang ditemukan. Kesimpulan dari analisis kebutuhan dan permasalahan menjadi bagian yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan RPP, sehingga RPP menjadi sebuah perencanaan yang benar-benar sangat matang, yang didalamnya sanggup mengantisipasi segala kemungkinan yang akan terjadi selama pelaksanaan pembelajaran berlangsung, baik pada tahap awal, tahap inti sampai dengan tahap akhir pembelajaran.
Menurut Suri (2008) dari hasil identifikasi masalah dan diskusi perencanaan pemecahannya, selanjutnya disusun dan dikemas dalam suatu perangkat pembelajaran yang terdiri atas:
a.    Rencana Pembelajaran (RP).
b.    Petunjuk Pelaksanaan Pembelajaran (Teaching Guide) .
c.    Lembar Kerja Siswa (LKS).
d.   Media atau alat peraga pembelajaran.
e.    Instrumen penilaian proses dan hasil pembelajaran.
f.     Lembar observasi pembelajaran.
Pada tahap ini ditetapkan prosedur pengamatan dan instrumen yang diperlukan dalam pengamatan. Langkah pertama untuk memulai LS adalah pembentukan kelompok atau tim LS. Kelompok ini dapat dibentuk di tingkat sekolah, tingkat wilayah, atau tingkat yang lebih luas sesuai dengan keperluan dan kemungkinan keterlaksanaannya. Heterogenitas anggota kelompok perlu dipertimbangkan dalam pembentukan kelompok LS. Keanggotaan yang beragam dari segi usia, latar belakang pendidikan, dan pengalaman mengajar akan lebih memperkaya tim dan anggota kelompok saling memperoleh keuntungan karena terjadinya proses saling belajar antar anggota kelompok. Anggota kelompok LS tersebut di antaranya 5 – 6 guru, kepala sekolah, dan pakar dari perguruan tinggi. Pembentukan kelompok LS dapat juga diprakarsai oleh kepala sekolah, dinas pendidikan, atau pakar dari perguruan tinggi yang memandang perlunya peningkatan kualitas pembelajaran melalui LS. Pembentukan kelompok LS dapat pula diprakarsai oleh salah seorang guru yang mempunyai masalah terkait pembelajaran yang telah dilakukan. Pembentukan kelompok LS dimaksudkan sebagai upaya untuk memperbaiki atau meningkatkan kualitas pembelajaran tersebut. Masalah-masalah dalam pembelajaran perlu diidentifikasi dengan jelas untuk memudahkan penyelesaiannya. Masalah-masalah tersebut diantaranya terkait dengan aktivitas siswa, hasil belajar siswa, respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran, dan sebagainya. Masalah-masalah yang terdaftar tersebut kemudian diseleksi dan diurutkan berdasarkan skala prioritas dalam mengatasinya, kemudian secara bersama-sama dicarikan solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Seorang guru yang mempunyai metode, strategi, atau media pembelajaran baru yang dimungkinkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dapat juga memprakarsai terbentuknya kelompok LS. Pembentukan kelompok dimaksudkan untuk mendukung implementasi ide guru tersebut, menyempurnakannya, selain dimaksudkan untuk menyebarluaskan. Setelah kelompok terbentuk, selanjutnya perlu dipersiapkan perangkat pembelajaran yang akan digunakan. Perangkat pembelajaran dimaksud di antaranya adalah silabus, rencana pembelajaran, lembar kegiatan siswa (LKS), buku siswa, dan buku guru. Perlu juga disiapkan instrumen penelitian yang digunakan untuk mengambil data untuk kepentingan penelitian atau sebagai dasar untuk melakukan refleksi. Instrumen penelitian tersebut di antaranya adalah lembar observasi kegiatan pembelajaran, angket tanggapan siswa, dan tes hasil belajar jika dianggap perlu.
Perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian tersebut disusun secara bersama-sama oleh anggota kelompok. Pembagian tugas perlu dilakukan demi efisiensi. Perangkat pendukung lainnya yang perlu disiapkan, jika memungkinkan, adalah kamera video yang digunakan untuk mendokumentasikan pelaksanaan pembelajaran. Pendokumentasian dimaksudkan untuk mempermudah pelaksanaan refleksi, selain dapat juga untuk menyebarluaskan hasil LS.

Rencana pembelajaran perlu disusun secermat dan sejelas mungkin agar mempermudah guru model yang akan mengimplementasikannya. Dalam hal ini rencana pembelajaran (RP) diartikan sebagai rencana kegiatan guru yang berisi skenario pembelajaran tahap demi tahap mengenai hal-hal yang akan dilakukan guru bersama siswa terkait topik atau pokok bahasan yang akan dipelajari demi mencapai kompetensi standar yang telah ditentukan. Rencana pembelajaran tidak diartikan sebagai laporan yang harus disusun dan dilaporkan kepada kepala sekolah atau pihak lain, melainkan sebagai rencana “individual” guru yang memuat langkah-langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas. Karena lebih bersifat individual, maka tidak ada format rencana pembelajaran yang baku. Rencana pembelajaran dapat difungsikan sebagai pengingat bagi guru mengenai hal-hal yang harus dipersiapkan, mengenai media apa yang akan digunakan, strategi pembelajaran yang dipilih, sistem penilaian yang akan ditentukan, dan hal-hal teknis lainnya.

Setelah semua perangkat pembelajaran, instrumen penelitian, dan perangkat pendukung lainnya disiapkan, selanjutnya memilih salah satu guru yang akan dijadikan guru model, yang akan mengimplementasikan rencana pembelajaran yang telah disusun. Selain itu, perlu juga dipilih kelas yang akan dijadikan tempat mengimplementasikan. Perlu dicatat bahwa kelas yang dipilih tidak harus sama dengan kelas yang biasanya diajar oleh guru model.

2.      Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan LS bertujuan untuk mengimplementasikan rancangan pembelajaran. Dalam proses pelaksanaan tersebut, salah satu guru berperan sebagai pelaksana LS dan guru yang lain sebagai pengamat. Fokus pengamatan bukan pada penampilan guru yang mengajar, tetapi lebih diarahkan pada kegiatan belajar siswa dengan berpedoman pada prosedur dan insturumen yang telah disepakati pada tahap perencanaan. Pengamat tidak diperkenankan mengganggu proses pembelajaran.
Berdasarkan rencana pembelajaran yang telah disusun, guru model melaksanakan pembelajaran di kelas yang telah ditentukan, sementara anggota lain bertindak sebagai observer, yang mengamati proses pembelajaran dengan menggunakan instrumen penelitian yang telah dikembangkan. Dengan demikian, bersamaan dengan dilaksanakannya proses pembelajaran, dilakukan pengambilan data yang diperlukan unutk kepentingan refleksi.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam tahapan pelaksanaan, diantaranya:
a.    Guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah disusun bersama.
b.    Siswa diupayakan dapat menjalani proses pembelajaran dalam setting yang wajar dan natural, tidak dalam keadaan under pressure yang disebabkan adanya program LS.
c.    Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, pengamat tidak diperbolehkan mengganggu jalannya kegiatan pembelajaran dan mengganggu konsentrasi guru maupun siswa.
d.   Pengamat melakukan pengamatan secara teliti terhadap interaksi siswa-siswa, siswa-bahan ajar, siswa-guru, siswa-lingkungan lainnya, dengan menggunakan instrumen pengamatan yang telah disiapkan sebelumnya dan disusun bersama-sama.
e.    Pengamat harus dapat belajar dari pembelajaran yang berlangsung dan bukan untuk mengevalusi guru.
f.     Pengamat dapat melakukan perekaman melalui video camera atau photo digital untuk keperluan dokumentasi dan bahan analisis lebih lanjut dan kegiatan perekaman tidak mengganggu jalannya proses pembelajaran.
g.    Pengamat melakukan pencatatan tentang perilaku belajar siswa selama pembelajaran berlangsung, misalnya tentang komentar atau diskusi siswa dan diusahakan dapat mencantumkan nama siswa yang bersangkutan, terjadinya proses konstruksi pemahaman siswa melalui aktivitas belajar siswa. Catatan dibuat berdasarkan pedoman dan urutan pengalaman belajar siswa yang tercantum dalam RPP.
3.      Kegiatan Refleksi
Tujuan refleksi adalah untuk menemukan kelebihan dan kekurangan pelaksanaan pembelajarn. Kegiatan diawali dengan penyampaian kesan dari pembelajar dan selanjutnya diberikan kepada pengamat. Kritik dan saran diarahkan dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran dan disampaikan secara bijak tanpa merendahkan atau menyakiti hati guru yang membelajarkan. Masukan yang positif dapat digunakan untuk merancang kembali pembelajaran yang lebih baik.Segera setelah proses pembelajaran berakhir, dilakukan postclass discussion atau kegiatan refleksi. Refleksi diikuti oleh semua anggota kelompok yang dimaksudkan untuk mengkaji hasil pengamatan setiap anggota kelompok dan hasil rekaman proses pembelajaran. Menurut Widjajanti (2006) dalam Rusman 2011, dengan pemahaman bahwa LS adalah forum untuk saling belajar dalam upaya mengembangkan kompetensi masing masing anggota tim, maka semangat dalam tahap refleksi ini adalah secara bersamasama menemukan solusi untuk masalah yang muncul agar pembelajaran berikutnya dapat dipersiapkan dan dilaksanakan dengan lebih baik. Dengan demikian, perlu dipahami bahwa kegiatan refleksi bukan dimaksudkan untuk menilai kemampuan mengajar guru model.
Meskipun semangat yang terkandung dalam LS adalah saling belajar, namun mengingat budaya kita yang belum terbiasa dan tidak mudah untuk menerima kritik secara langsung, maka disarankan fokus evaluasi adalah pada bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran yang dilaksanakan. Oleh karena itu, guru lain sebagai pengamat diharuskan untuk mendengarkan, mengamati, dan mencatat setiap tanggapan siswa secara rinci dan teliti. Diharapkan, guru model dapat menarik simpulan atas pembelajaran yang ia laksanakan, berdasarkan hasil evaluasi terhadap respon siswa dari hasil pengamatan guru lain dan dari hasil rekaman video. Dengan memperhatikan bagaimana siswa belajar, diharapkan guru yang bersangkutan dapat mengidentifikasi kelebihannya dan kekurangannya dalam melaksanakan pembelajaran.
4.      Tahap Tindakan
Dari hasil refleksi dapat diperoleh sejumlah pengetahuan baru atau keputusan-keputusan penting guna perbaikan dan peningkatan proses pembelajaran, baik pada tataran individual, maupun menajerial.
E.  Implementasi Lesson Study dalam Pembelajaran
LS dapat meningkatkan profesinalisme guru, maka pelaksanaan LS secara berkesinambungan diyakini dapat meningkatkan praktik-praktik pembelajaran sehari-hari. Peningkatan praktik-praktik pembelajaran akan bermuara pada peningkatan kualitas proses dan hasil belajar siswa. Menurut Santyasa (2009) dalam praktik pembelajaran secara operasional LS dapat dilaksanakan melalui enam tahapan yaitu:
1.        Membentuk kelompok LS
Pada tahapan pertama ini, ada empat langkah kegiatan yang dapat dilakukan, sebagai berikut.
a.         Merekrut anggota kelompok dari guru, dosen, pejabat pendidikan, dan pemerhati pendidikan.
b.        Membuat komitmen untuk menyediakan waktu khusus guna mewujudkan atau mengimplementasikan LS.
c.         Menyusun jadwal pertemuan tertentu mengingat pertemuan sangat sering dan beragam.
d.        Menyetujui aturan main kelompok, antara lain bagaimana cara mengambil keputusan kelompok, bagaimana membagi tanggung jawab antaranggota kelompok, penggunaan waktu, dan bagaimana menyampaikan saran, termasuk bagaimana menetapkan siapa yang menjadi fasilitator diskusi.

2.        Memfokuskan LS
a.         Menyepakati tema penelitian untuk LS. Tema penelitian dipilih dengan memperhatikan tiga hal. Pertama, bagaimana kualitas aktual para siswa saat sekarang. Kedua, apa kualitas ideal para siswa yang diinginkan di masa mendatang. Ketiga, adakah kesenjangan antara kualitas ideal dan kualitas aktual para siswa yang menjadi sasaran LS.
b.        Memilih mata pelajaran untuk LS. Sebagai panduan memilih mata pelajaran dapat menggunakan pertanyaan berikut. Pertama, mata pelajaran apa yang paling sulit bagi siswa. Kedua, mata pelajaran apa yang paling sulit diajarkan oleh guru. Ketiga, mata pelajaran apa yang ada pada kurikulum baru yang ingin dikuasai dan dipahami oleh guru.
c.         Memilih topik (unit) dan pelajaran (lesson). Topik yang dipilih sebaiknya adalah topik yang selalu sulit bagi siswa atau tidak disukai siswa, topik yang sulit diajarkan atau tidak disukai guru, atau topik yang baru dalam kurikulum. Setelah topik dipilih selanjutnya menetapkan tujuan topik tersebut. Berdasarkan tujuan topik ini ditetapkan beberapa pelajaran yang akan menunjang tercapainya tujuan topik tersebut.

3.        Merencanakan research lesson
Dalam merencanakan suatu RL, dilaksanakan tiga langkah kegiatan sebagai berikut.
a.       Mengkaji pelajaran-pelajaran yang sedang berlangsung atau yang sudah ada.
b.      Mengembangkan suatu rencana untuk memandu belajar. Rencana untuk memandu siswa belajar akan memandu pelaksanaan pembelajaran, pengamatan, dan diskusi tentang RL serta mengungkap temuan yang muncul selama LS berlangsung.
c.       Mengundang pakar dari luar (bila memungkinkan). Pakar bisa dari guru, dosen, atau peneliti yang memiliki pengetahuan tentang bidang studi dan atau bagaimana membelajarkannya.

4.        Membelajarkan dengan mengamati research lesson
RL yang telah direncanakan sudah dapat diimplementasikan dan diamati. Salah satu guru yang telah disepakati ditunjuk untuk membelajarkan pelajaran (lesson) yang sudah ditetapkan, sedangkan anggota kelompok lain sebagai pengamat. Pengamat berbagi tugas dan tugas utamanya adalah hanya untuk mempelajari pembelajaran yang berlangsung, bukan membantu siswa. Untuk mendokumentasikan research lesson dapat dilakukan dengan menggunakn audiotape, vediotape, handycam, kamera, karya siswa, dan catatan observasi naratif.

5.        Mendiskusikan dan menganalisis research lesson
RL yang sudah diimplementasikan perlu didiskusikan dan dianalisis. Diskusi dan analisis diharapkan memuat hal-hal sebagai berikut: refleksi instruktur, latar belakang anggota kelompok LS, presentasi dan diskusi tentang data dari RL.
6.        Merefleksikan LS dan merencanakan tahapan berikutnya
Dalam merefleksikan LS perlu dipikirkan tentang apa yang sudah berlangsung dengan baik sesuai dengan rencana dan apa yang masih perlu diperbaiki. Selanjutnya perlu juga dipikirkan apa yang harus dilakukan kelompok LS.

Terkait dengan penyelenggaraan LS, Mulyana (2007) dalam Sudrajat (2009) mengetengahkan tentang dua tipe penyelenggaraan LS, yaitu LS berbasis sekolah dan LS berbasis MGMP. LS berbasis sekolah dilaksanakan oleh semua guru dari berbagai bidang studi dengan kepala sekolah yang bersangkutan dengan tujuan agar kualitas proses dan hasil pembelajaran dari semua mata pelajaran di sekolah yang bersangkutan dapat lebih ditingkatkan. Sedangkan LS berbasis MGMP merupakan pengkajian tentang proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh kelompok guru mata pelajaran tertentu, dengan pendalaman kajian tentang proses pembelajaran pada mata pelajaran tertentu, yang dapat dilaksanakan pada tingkat wilayah, kabupaten atau mungkin bisa lebih diperluas lagi.



BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.    LS merupakan salah satu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan pada prinsip-psrinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar.
2.    Ciri-ciri dari LS yaitu adanya: (a) tujuan bersama untuk jangka panjang; (b) materi pelajaran yang penting; (c) studi tentang siswa secara cermat; dan (d) observasi pembelajaran secara langsung.
3.    LS memberikan banyak manfaat bagi para guru, antara lain: (a) guru dapat mendokumentasikan kemajuan kerjanya, (b) guru dapat memperoleh umpan balik dari anggota/komunitas lainnya, dan (c) guru dapat mempublikasikan dan mendiseminasikan hasil akhir dari LS.
4.    Penyelenggaraan LS dapat dilakukan dalam dua tipe: (a) LS berbasis sekolah; dan (a) LS berbasis MGMP.
5.    LS dilaksanakan berdasarkan tahapan-tahapan secara siklik, meliputi : (a) tahapan perencanaan (plan); (b) pelaksanaan (do); (c) refleksi (check); dan (d) tindak lanjut (act).
6.    LS juga dilaksanakan berdasarkan tahapan-tahapan secara siklik, meliputi : (a) tahapan perencanaan (plan); (b) pelaksanaan (do); (c) see.





DAFTAR PUSTAKA
Krisnawan. 2010. “Lesson Study dalam Pendidikan Berkarakter”. http://krisna1.blog.uns.ac.id/2010/05/03/lesson-study-dalam-pendidikan-berkarakter/, diakses 23 Oktober  2012.

Lufri. 2007. Strategi Pembelajaran Biologi. Padang: Universitas Negeri Padang.

Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Santyasa, I Wayan. 2009. “Implementasi Lesson Study dalam Pembelajaran”. Makalah disajikan dalam Seminar Implementasi Lesson Study dalam Pembelajaran bagi Guru-guru TK, Sekolah Dasar, dan Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Nusa Penida, Nusa Penida, 24 Januari 2009. http://www.freewebs.com/santyasa/pdf2/IMPLEMENTASI_LESSON_STUDY.pdf, diakses 23 Oktober 2012.

Sudrajat, Akhmad. 2008. “Lesson Study untuk Meningkatkan Proses dan Hasil Pembelajaran”. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/22/lesson-study-untuk-meningkatkan-pembelajaran/, diakses 23 Oktober 2012.


Suri, Hairus. 2008. “Lesson Study: 3 Tahapan Lesson Study”. http://pembelajaran guru.wordpress.com/2008/05/24/lesson-study-%E2%80%93-3-tahapan-lesson-study/, diakses 23 Oktober 2012.

1 komentar:

  1. PERTANYAAN
    1. apakah dibenarkan untuk mengoreksi subtansi pembelajaran guru model sementara observer berasal dari disiplin ilmu yang berbeda?
    2. Kapan LS pada satu siklus dikatakan berhasil?
    3. Bagaimana peran K-13 dalam LS sementara perangkat pembelajaran dan materi sudah disettel dengan baik dalam kurikulum?
    4. Bagaimana menyusun lembar observasi berbasis pendekatan QUANTITAIVE karena kebanyakan lembar observasi cendrung pada pendekatan QUALITATIVE?
    5. Bagaimana menysusun STANDAR RPP yang dapat menjadi acuan bagi guru model dan observasi dalam mengukur dan menganalisa perangkat pembelajaran setiap guru model?
    6. Bagaimana menyusun penilaian efektif pada kognisi dan afektif siswa dengan jumlah siswa 40?
    terima kasih atas jawabannya

    BalasHapus