MAKALAH
STRATEGI PEMBELAJARAN
BIOLOGI
LESSON STUDY (LS)
Oleh:
KELOMPOK VII
ANNISA RAHMI (1304152)
SUCI FAJRINA (1304133)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
BIOLOGI
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
BAB I
PENDAHULUAN
Umumnya pembelajaran dilakukan dalam bentuk satu arah.
Guru lebih banyak ceramah di hadapan siswa sementara aktivitas siswa lebih
banyak mendengarkan. Pelajaran yang disajikan guru kurang menantang siswa untuk
berpikir. Akibatnya siswa tidak menyenangi pelajaran. Paradigma pembelajaran di
kelas dewasa ini telah mengalami pergeseran orientasi. Semula, orientasi
pembelajaran itu tidak lebih sekedar penyampaian informasi kepada peserta
didik. Namun sekarang, pembelajaran lebih diutamakan untuk menggali potensi
peserta didik, sehingga memancar daripadanya pengetahuan (kognitif), sikap
(afektif) dan keterampilannya (psikomotor). Strategi yang digunakan pun tidak
lagi sekedar pemberian materi, tetapi juga menstimulasi peserta didik agar mampu
merumuskan sendiri konsep-konsep yang dipelajarinya.
Adanya pergeseran paradigma itu menjadikan peran guru
di kelas berubah, dari peran yang hanya penyampai informasi (transformator)
kepada peran sebagai perantara (fasilitator dan mediator). Dengan kata lain,
pergeseran dari teacher centered
ke student centered. Adanya pergeseran paradigma tersebut,
menuntut guru untuk lebih meningkatkan kompetensinya, baik sebagai seorang
profesionalisme maupun sebagai seorang craftmant
(tenaga ahli dan terampil). Untuk mengatasi hal-hal tersebut guru perlu
melakukan lesson study, sehingga guru
dapat melakukan review terhadap kinerjanya yang selanjutnya dapat digunakan
sebagai masukan untuk memperbaiki kinerjanya.
Lesson Study (LS) atau Kaji Pembelajaran adalah suatu
pendekatan peningkatan pembelajaran yang awal mulanya berasal dari Jepang. LS
menyediakan suatu proses untuk berkolaborasi dan merancang lesson
(pembelajaran) dan mengevaluasi kesuksesan strategi-strategi mengajar yang
telah diterapkan sebagai upaya meningkatkan proses dan perolehan belajar siswa.
Dalam proses-proses LS tersebut, guru
bekerja sama untuk merencanakan, mengajar, dan mengamati suatu pembelajaran
yang dikembangkannya secara kooperatif.
BAB II
KAJIAN
LITERATUR
A.
Pengertian Lesson Study
Lesson study (LS) yaitu terjemahan dari bahasa jepang
yaitu Jugyokenkyu, yang berasal dari
dua kata yaitu jugyo yang berarti lesson
atau pembelajaran dan kenkyu yang
berarti study atau pengkajian. Dengan demikian LS merupakan study
atau pengkajian terhadap pembelajaran (Rusman, 2011).
Menurut Ridwan (2006) dalam Krisnawan 2010 menyatakan bahwa LS dalam bahasa Jepang disebut Jugyokenkyu adalah bentuk kegiatan yang
dilakukan oleh seorang
guru/sekelompok guru yang bekerja sama dengan orang lain (dosen, guru mata
pelajaran yang sama/guru satu tingkat kelas yang sama, atau guru lainnya),
merancang kegiatan untuk meningkatkan mutu belajar siswa dari pembelajaran yang
dilakukan oleh salah seorang guru dari perencanaan pembelajaran yang dirancang
bersama/sendiri, kemudian di observasi oleh teman guru yang lain dan setelah
itu mereka melakukan refleksi bersama atas hasil pengamatan yang baru saja
dilakukan. Refleksi bersama merupakan diskusi oleh para pengamat dan guru
pengajar untuk menyempurnakan proses pembelajaran dimana titik berat pembahasan
pada bagaimana siswa belajar, kapan siswa belajar, kapan siswa mulai bosan
mendapatkan pengetahuan dan kapan siswa mampu menjelaskan kepada temannya dan
kapan siswa mampu mengajarkan kepada seluruh kelas.
LS adalah suatu model pembinaan profesi pendidik
melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan
berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan belajar bersama (mutual learning) untuk membangun
masyarakat belajar (learning community. Dengan demikian, LS bukan metoda
atau strategi pembelajaran tetapi kegiatan LS
dapat menerapkan berbagai metoda/strategi pembelajaran yang sesuai dengan
situasi, kondisi, dan permasalahan yang dihadapi guru. LS dapat dilakukan oleh sejumlah guru dan pakar pembelajaran yang
mencakup 3 (tiga) tahap kegiatan, yaitu perencanaan (planning), implementasi (action)
pembelajaran dan observasi serta refleksi (reflection)
terhadap perencanaan dan implementasi pembelajaran tersebut, dalam rangka
meningkatkan kualitas pembelajaran (Lufri, 2007).
Hampir sama
dengan Lufri, Rusman (2011) juga mengemukakan bahwa, LS merupakan model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian
pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip
kolegalitas dan mutual learning serta
membangun learning community. LS termasuk model terbaru dalam
pengembangan kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, diperlukan upaya
sosialisasi secara serius dan berkelanjutan agar model tersebut bisa diterapkan
oleh guru di sekolah. Dalam implementasinya, ada tiga tahapan yang mesti
dilakukan, yakni plan (merencanakan),
do ( melaksanakan) dan see (merefleksikan).
B. Sejarah Lesson Study
Istilah LS sendiri diciptakan
oleh Makoto Yoshida. Praktik ini mempunyai sejarah panjang, dan
secara signifikan telah membantu perbaikan dalam pembelajaran (teaching) dan pemelajaran/proses belajar (learning) siswa dalam kelas, juga dalam pengembangan kurikulum.
Banyak guru sekolah dasar dan sekolah menengah di Jepang menyatakan bahwa LS merupakan salah satu pendekatan
pengembangan profesi penting yang telah membantu mereka tumbuh berkembang
sebagai profesional sepanjang karer mereka (Yoshida 1999 dalam Krisnawan 2010).
Di Jepang para guru dapat meningkatkan ketrampilan/kecakapan dalam mengajarnya
melalui kegiatan LS, yakni belajar
dari suatu pembelajaran. LS merupakan
salah satu bentuk pembinaan guru (in-service)
yang dapat dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme guru. LS dilakukan diwilayah guru mengajar
dengan menggunakan kelas dalam lingkungan nyata, sehingga akan membiasakan guru
bekerja secara kolaboratif baik dengan guru bidang studi dan dengan guru diluar
bidang studi, bahkan dengan masyarakat. LS
merupakan kolaboratif antara guru dalam menyusun rencana pembelajaran beserta research lessonnya, pelaksanaan KBM dikelas yang disertai observasi dan
refleksi. Dengan LS para guru dapat
leluasa meningkatkan kinerja dan keprofesionalannya yang akhirnya dapat
meningkatkan mutu pembelajaran.
LS diperkenalkan di Indonesia melalui kegiatan piloting yang dilaksanakan
dalam proyek follow-up IMSTEP-JICA di
tiga perguruan tinggi yaitu UPI, UNY, dan UM. Di UM sendiri lessson study diperkenalkan
di Malang secara formal oleh JICA expert Eisoke Saito, Ph.D. pada bulan januari
2004, selanjutnya diikuti kegiatan pengimplementasian LS di SMA labotarium Universitas Negeri Malang (I Made Sulandra,
2006 dalam Krisnawan 2010). LS
merupakan hal yang baru bagi sebagian sebagian besar guru. LS diadopsi dari Jepang dan diuji cobakan di beberapa sekolah
sebagai pilot project, diantaranya Bandung (dibawah UPI), di Yogyakarta
(dibawah UNY), dan di Malang (dibawah UM).
C.
Ciri-ciri dan manfaat Lesson Study
Menurut Catherine
Lewis (2004) dalam Rusman 2011, ciri-ciri utama dari LS berdasarkan hasil observasi beberapa sekolah di Jepang adalah sebagai
berikut.
1.
Tujuan
bersama untuk jangka panjang. LS
didahului adanya kesepakatan dari para guru tentang tujuan bersama yang ingin
ditingkatkan dalam kurun waktu jangka panjang dengan cakupan tujuan yang lebih
luas, misalnya tentang: pengembangan kemampuan akademik siswa, pengembangan
kemampuan individual siswa, pemenuhan kebutuhan belajar siswa, pengembangan
pembelajaran yang menyenangkan, mengembangkan kerajinan siswa dalam belajar,
dan sebagainya.
2.
Materi
pelajaran yang penting. LS
memfokuskan pada materi atau bahan pelajaran yang dianggap penting dan menjadi
titik lemah dalam pembelajaran siswa serta sangat sulit untuk dipelajari siswa.
3.
Studi
tentang siswa secara cermat.
Fokus yang paling utama dari LS adalah pengembangan dan pembelajaran
yang dilakukan siswa, misalnya apakah siswa menunjukkan minat dan motivasinya
dalam belajar, bagaimana siswa bekerja dalam kelompok kecil, bagaimana siswa
melakukan tugas-tugas yang diberikan guru, serta hal-hal lainya yang berkaitan
dengan aktivitas, partisipasi, serta kondisi dari setiap siswa dalam mengikuti
proses pembelajaran. Dengan demikian, pusat perhatian tidak lagi hanya tertuju
pada bagaimana cara guru dalam mengajar sebagaimana lazimnya dalam sebuah
supervisi kelas yang dilaksanakan oleh kepala sekolah atau pengawas sekolah.
4.
Observasi
pembelajaran secara langsung.
Observasi langsung boleh dikatakan merupakan jantungnya LS. Untuk
menilai kegiatan pengembangan dan pembelajaran yang dilaksanakan siswa tidak
cukup dilakukan hanya dengan cara melihat dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) atau hanya melihat dari
tayangan video, namun juga harus mengamati proses pembelajaran secara langsung.
Dengan melakukan pengamatan langsung, data yang diperoleh tentang proses
pembelajaran akan jauh lebih akurat dan utuh, bahkan sampai hal-hal yang detail
sekali pun dapat digali. Penggunaan videotape atau rekaman bisa saja
digunakan hanya sebatas pelengkap, dan bukan sebagai pengganti.
Adapun manfaat LS menurut Lewis (2002) dalam Santyasa
2009 adalah sebagai berikut:
1.
LS Memungkinkan Guru Memikirkan Dengan Cermat Mengenai Tujuan Pembelajaran,
Materi Pokok, dan Bidang Studi
LS tidak hanya memperhatikan pembelajaran untuk satu kali pertemuan atau satu
pokok bahasan saja, melainkan bagaimana membelajarkan satu unit materi pokok
dan bahkan bidang studi, dan juga memperhatikan perkembangan siswa dalam jangka
panjang. Karena itu, ketika memilih bidang kajian akademis dan topik LS, guru sering (a) menargetkan dalam
mengatasi kelemahan siswa dalam belajar, (b) memilih topik yang bagi guru sulit
mengajarkannya, (c) memilih subjek terkini, misalnya aspek kebaharuan segi isi,
teknologi, dan pendekatan pembelajaran, (d) memusatkan perhatian pada hal
terpenting yang mendasar yang berpengaruh terhadap pembelajaran lainnya
(misalnya bahasa dan matematika).
2.
LS Memungkinkan Guru Mengkaji dan Mengembangkan Pembelajaran yang Terbaik
yang Dapat Dikembangkan
Melalui LS,
guru dapat mengkaji dan mengembangkan pembelajaran yang terbaik, misalnya guru
mampu menghasilkan produk buku. Buku-buku tersebut memuat tujuan jangka panjang
yang ingin dicapai, filosofi pembelajaran yang dianut, rancangan pembelajaran
dan rancangan seluruh unit, contoh hasil kerja siswa, hasil refleksi mengenai
kekuatan dan kesulitan dalam pembelajaran, serta petunjuk praktis bagi guru
lain yang ingin mencoba pembelajaran tersebut. Dalam hal ini, guru yang lain
tidak hanya diharapkan mencoba membelajarkan, tetapi yang lebih penting mereka
sedapat mungkin menambah, menguji, dan melaporkan perbaikan yang mereka
lakukan. Proses tersebut akan bermuara pada peningkatan kualitas pembelajaran.
3.
LS Memungkinkan Guru Memperdalam Pengetahuan Mengenai Materi Pokok Yang
Diajarkan
LS juga memperdalam pengetahuan guru mengenai materi pokok yang diajarkan.
Dengan melaksanakan LS, guru dapat
mengidentifikasi dan mengorganisasi informa siapa yang mereka perlukan untuk
memecahkan masalah pembelajaran yang menjadi fokus kajian dalam LS. Melalui LS guru secara bersama-sama berkesempatan untuk memikirkan
pengetahuan yang dianggap penting, apa saja yang belum mereka ketahui mengenai
hal itu, dan berusaha mencari informasi yang mereka perlukan untuk
membelajarkan siswa.
4.
LS Memungkinkan Guru Memikirkan Secara Mendalam Tujuan Jangka Panjang Yang
Akan Dicapai Yang Berkaitan dengan Siswa
LS dapat memberi kesempatan kepada guru untuk mempertimbangkan kualitas ideal
yang ingin dikuasai oleh siswa pada saat mereka lulus, kualitas apa yang
dimiliki siswa saat sekarang, dan bagaimana mengatasi kesenjangan yang ada di
antaranya. Guru sering menerjemahkan kualitas ideal yang diharapkan dimiliki
oleh para siswa itu adalah dalam bentuk kecakapan hidup. Kecakapan-kecakapan
hidup yang dimaksud, misalnya sikap menghargai persahabatan, mengembangkan
perspektif, dan cara berpikir dalam menikmati sains.
5. LS Memungkinkan Guru
Merancang Pembelajaran Secara Kolaboratif
LS memberi kesempatan kepada guru secara kolaboratif merancang pembelajaran.
Menurut Lewis (2002), rata-rata guru di Jepang mengamati sekitar 10 pembelajaran
yang diteliti setiap tahun. Guru di Jepang mempersepsi bahwa aktivitas kolaboratif
sangat menguntungkan. Aktivitas kolaboratif dapat memberikan kesempatan kepada
guru untuk memikirkan pembelajarannya sendiri setelah mempertimbangkannya dengan
pengalaman yang dilakukan oleh guru yang lain. Melalui LS guru dapat saling membelajarkan melalui aktivitas-aktivitas shared
knowledge.
6.
LS Memungkinkan Guru Mengkaji Secara Cermat Cara dan Proses Belajar Serta
Tingkah Laku Siswa
LS memberi kesempatan kepada guru untuk mengkaji secara cermat cara dan proses
belajar serta aktivitas siswa. Fokus LS
hendaknya diarahkan pada peningkatan pembelajaran melalui pengamatan terhadap
aktivitas belajar siswa. Pengamatan tersebut bertujuan untuk menemukan
cara-cara untuk meningkatkan kegiatan belajar dan kegiatan berpikir siswa,
bukan pada kegiatan guru. Oleh sebab itu, aktivitas LS sesungguhnya buka menyalahkan guru atau mengkritik kesalahan
guru. Di dalam LS, guru perlu mencari
bukti bahwa siswa memang belajar, termotivasi, dan berkembang. Berdasarkan data
yang dikumpulkan, guru dapat melihat pembelajarannya melalui tanggapan siswa.
Untuk memperoleh respon siswa tersebut, pertanyaan yang dapat diajukan, adalah:
bagaimana pemahaman siswa mengenai materi pembelajarannya? Apakah siswa
tertarik untuk belajar? Apakah mereka memperhatikan ide siswa lainnya? Secara
singkat, ada 5 hal penting terkait dengan data siswa yang perlu
dikumpulkan,yaitu hasil belajar akademis, motivasi dan persepsi, tingkah laku
sosial, sikap terhadap belajar, dan interaksi guru-siswa dalam proses
pembelajaran.
7.
LS Memungkinkan Guru Mengembangkan Pengetahuan Pedagogis Yang Kuat Penuh
Daya
LS dapat memberi peluang kepada guru untuk mengembangkan pengetahuan pedagogis
secara optimal. Hal ini disebabkan karena melalui LS guru secara terus menerus berupaya untuk mengembangkan dan
meningkatkan strategi pembelajaran yang dapat diterapkan untuk menerjemahkan
kurikulum. Guru dapat secara terus menerus memikirkan bagaimana kualitas
pertanyaan yang mampu dipecahkan oleh siswa dalam pembelajaran. Pertanyaan
tersebut diharapkan dapat memotivasi siswa untuk mempertahankan minat
belajarnya secara konsisten. Guru juga memikirkan bagaimana menggunakan debat
agar mampu memaksimalkan partisipasi siswa dalam diskusi dan bagaimana
mendorong siswa untuk dapat membuat catatan yang baik dan melakukan refleksi
diri.
8.
LS Memungkinkan Guru Melihat Hasil Pembelajaran Sendiri Melalui Respon
Siswa dan Tanggapan Para Kolega
LS memberi kesempatan kepada guru melihat hasil pembelajarannya sendiri melalui
respon siswa dan tangapan para kolega. Data yang diberikan oleh kolega menjadi
“cermin” bagi guru yang melaksanakan LS.
Kolega dapat membantu guru mencatat kegiatan diskusi dalam kelompok kecil,
menghitung jumlah siswa yang angkat tangan, atau mencatat pertanyaan dan
jawaban guru. Guru pelaksana LS dapat
pula memita kepada kolega untuk mencatat interaksi siswa, misalnya difokuskan
pada interaksi 3 orang siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan
rendah, dan menilai karya mereka. Dengan cara ini, guru dapat melihat bagaimana
siswa mengalami pembelajaran yang efektif.
D.
Tahap-tahap Lesson Study
Menurut
Santyasa (2009) LS merupakan salah satu strategi pengembangan profesi
guru. Kelompok guru mengembangkan pembelajaran secara bersama-sama, salah
seorang guru ditugasi melaksanakan pembelajaran, guru lainnya mengamati belajar
siswa. Proses ini dilaksanakan selama pembelajaran berlangsung. Pada akhir
kegiatan, guru-guru berkumpul dan melakukan tanya jawab tentang pembelajaran
yang dilakukan, merevisi dan menyusun pembelajaran berikutnya berdasarkan hasil
diskusi.
Berkenaan dengan tahapan
LS ada beberapa pendapat, diantaranya
menurut Mulyana (2007) dalam Rusman (2011) ada tiga tahap LS, yaitu (1)
tahap perencanaan (Plan), (2) tahap pelaksanaan (Do), dan (3)
tahap refleksi (See). Sedangkan menurut Wikipedia (2007) dalam Rusman
(2001) ada empat tahap dalam LS. Berikut
diuraikan masing-masing langkah-langkah tersebut.
1. Tahap Perencanaan
Tahap ini bertujuan untuk
menghasilkan rancangan pembelajaran yang diyakini mampu membelajarkan siswa
secara efektif serta membangkitkan partisipasi siswa dalam pembelajaran. Pada tahap ini, para guru yang tergabung dalam LS berkolaborasi
untuk menyusun RPP yang mencerminkan pembelajaran yang berpusat pada siswa.
Perencanaan diawali dengan kegiatan menganalisis kebutuhan dan permasalahan
yang dihadapi dalam pembelajaran, selanjutnya bersama-sama pula mencari solusi
untuk memecahkan masalah yang ditemukan. Kesimpulan dari analisis kebutuhan dan
permasalahan menjadi bagian yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan RPP,
sehingga RPP menjadi sebuah perencanaan
yang benar-benar sangat matang, yang didalamnya sanggup mengantisipasi
segala kemungkinan yang akan terjadi selama pelaksanaan pembelajaran
berlangsung, baik pada tahap awal, tahap inti sampai dengan tahap akhir
pembelajaran.
Menurut Suri (2008) dari hasil
identifikasi masalah dan diskusi perencanaan pemecahannya, selanjutnya disusun dan dikemas dalam suatu perangkat pembelajaran yang
terdiri atas:
a.
Rencana Pembelajaran
(RP).
b.
Petunjuk Pelaksanaan
Pembelajaran (Teaching Guide) .
d.
Media atau alat peraga
pembelajaran.
e.
Instrumen penilaian
proses dan hasil pembelajaran.
f.
Lembar observasi
pembelajaran.
Pada tahap ini ditetapkan prosedur
pengamatan dan instrumen yang diperlukan dalam pengamatan. Langkah pertama
untuk memulai LS adalah pembentukan kelompok atau tim LS.
Kelompok ini dapat dibentuk di tingkat sekolah, tingkat wilayah, atau tingkat
yang lebih luas sesuai dengan keperluan dan kemungkinan keterlaksanaannya.
Heterogenitas anggota kelompok perlu dipertimbangkan dalam pembentukan kelompok
LS. Keanggotaan yang beragam dari segi usia, latar belakang pendidikan,
dan pengalaman mengajar akan lebih memperkaya tim dan anggota kelompok saling
memperoleh keuntungan karena terjadinya proses saling belajar antar anggota
kelompok. Anggota kelompok LS tersebut di antaranya 5 – 6 guru, kepala
sekolah, dan pakar dari perguruan tinggi. Pembentukan kelompok LS dapat
juga diprakarsai oleh kepala sekolah, dinas pendidikan, atau pakar dari
perguruan tinggi yang memandang perlunya peningkatan kualitas pembelajaran
melalui LS. Pembentukan kelompok LS dapat pula diprakarsai oleh
salah seorang guru yang mempunyai masalah terkait pembelajaran yang telah
dilakukan. Pembentukan kelompok LS dimaksudkan sebagai upaya untuk
memperbaiki atau meningkatkan kualitas pembelajaran tersebut. Masalah-masalah
dalam pembelajaran perlu diidentifikasi dengan jelas untuk memudahkan
penyelesaiannya. Masalah-masalah tersebut diantaranya terkait dengan aktivitas
siswa, hasil belajar siswa, respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran, dan
sebagainya. Masalah-masalah yang terdaftar tersebut kemudian diseleksi dan
diurutkan berdasarkan skala prioritas dalam mengatasinya, kemudian secara
bersama-sama dicarikan solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Seorang guru
yang mempunyai metode, strategi, atau media pembelajaran baru yang dimungkinkan
dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dapat juga memprakarsai terbentuknya
kelompok LS. Pembentukan kelompok dimaksudkan untuk mendukung
implementasi ide guru tersebut, menyempurnakannya, selain dimaksudkan untuk
menyebarluaskan. Setelah kelompok terbentuk, selanjutnya perlu dipersiapkan
perangkat pembelajaran yang akan digunakan. Perangkat pembelajaran dimaksud di
antaranya adalah silabus, rencana pembelajaran, lembar kegiatan siswa (LKS), buku
siswa, dan buku guru. Perlu juga disiapkan instrumen penelitian yang digunakan
untuk mengambil data untuk kepentingan penelitian atau sebagai dasar untuk
melakukan refleksi. Instrumen penelitian tersebut di antaranya adalah lembar
observasi kegiatan pembelajaran, angket tanggapan siswa, dan tes hasil belajar
jika dianggap perlu.
Perangkat pembelajaran dan
instrumen penelitian tersebut disusun secara bersama-sama oleh anggota
kelompok. Pembagian tugas perlu dilakukan demi efisiensi. Perangkat pendukung lainnya
yang perlu disiapkan, jika memungkinkan, adalah kamera video yang digunakan
untuk mendokumentasikan pelaksanaan pembelajaran. Pendokumentasian dimaksudkan
untuk mempermudah pelaksanaan refleksi, selain dapat juga untuk menyebarluaskan
hasil LS.
Rencana pembelajaran perlu disusun
secermat dan sejelas mungkin agar mempermudah guru model yang akan
mengimplementasikannya. Dalam hal ini rencana pembelajaran (RP) diartikan
sebagai rencana kegiatan guru yang berisi skenario pembelajaran tahap demi
tahap mengenai hal-hal yang akan dilakukan guru bersama siswa terkait topik
atau pokok bahasan yang akan dipelajari demi mencapai kompetensi standar yang
telah ditentukan. Rencana pembelajaran tidak diartikan sebagai laporan yang
harus disusun dan dilaporkan kepada kepala sekolah atau pihak lain, melainkan
sebagai rencana “individual” guru yang memuat langkah-langkah pembelajaran yang
akan dilaksanakan di kelas. Karena lebih bersifat individual, maka tidak ada
format rencana pembelajaran yang baku. Rencana pembelajaran dapat difungsikan
sebagai pengingat bagi guru mengenai hal-hal yang harus dipersiapkan, mengenai
media apa yang akan digunakan, strategi pembelajaran yang dipilih, sistem penilaian
yang akan ditentukan, dan hal-hal teknis lainnya.
Setelah semua perangkat
pembelajaran, instrumen penelitian, dan perangkat pendukung lainnya disiapkan,
selanjutnya memilih salah satu guru yang akan dijadikan guru model, yang akan
mengimplementasikan rencana pembelajaran yang telah disusun. Selain itu, perlu
juga dipilih kelas yang akan dijadikan tempat mengimplementasikan. Perlu
dicatat bahwa kelas yang dipilih tidak harus sama dengan kelas yang biasanya
diajar oleh guru model.
2. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan LS bertujuan
untuk mengimplementasikan rancangan pembelajaran. Dalam proses pelaksanaan
tersebut, salah satu guru berperan sebagai pelaksana LS dan guru yang lain sebagai pengamat. Fokus pengamatan bukan pada
penampilan guru yang mengajar, tetapi lebih diarahkan pada kegiatan belajar
siswa dengan berpedoman pada prosedur dan insturumen yang telah disepakati pada
tahap perencanaan. Pengamat tidak diperkenankan mengganggu proses pembelajaran.
Berdasarkan rencana pembelajaran yang telah disusun, guru model melaksanakan
pembelajaran di kelas yang telah ditentukan, sementara anggota lain bertindak
sebagai observer, yang mengamati proses pembelajaran dengan menggunakan
instrumen penelitian yang telah dikembangkan. Dengan demikian, bersamaan dengan
dilaksanakannya proses pembelajaran, dilakukan pengambilan data yang diperlukan
unutk kepentingan refleksi.
Beberapa hal yang
harus diperhatikan dalam tahapan pelaksanaan, diantaranya:
a.
Guru
melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah disusun bersama.
b.
Siswa
diupayakan dapat menjalani proses pembelajaran dalam setting yang wajar dan
natural, tidak dalam keadaan under
pressure yang disebabkan adanya program LS.
c.
Selama
kegiatan pembelajaran berlangsung, pengamat tidak diperbolehkan mengganggu
jalannya kegiatan pembelajaran dan mengganggu konsentrasi guru maupun siswa.
d.
Pengamat
melakukan pengamatan secara teliti terhadap interaksi siswa-siswa, siswa-bahan
ajar, siswa-guru, siswa-lingkungan lainnya, dengan menggunakan instrumen
pengamatan yang telah disiapkan sebelumnya dan disusun bersama-sama.
e.
Pengamat
harus dapat belajar dari pembelajaran yang berlangsung dan bukan untuk
mengevalusi guru.
f.
Pengamat
dapat melakukan perekaman melalui video camera atau photo digital
untuk keperluan dokumentasi dan bahan analisis lebih lanjut dan kegiatan
perekaman tidak mengganggu jalannya proses pembelajaran.
g.
Pengamat
melakukan pencatatan tentang perilaku belajar siswa selama pembelajaran
berlangsung, misalnya tentang komentar atau diskusi siswa dan diusahakan dapat
mencantumkan nama siswa yang bersangkutan, terjadinya proses konstruksi pemahaman
siswa melalui aktivitas belajar siswa. Catatan dibuat berdasarkan pedoman dan
urutan pengalaman belajar siswa yang tercantum dalam RPP.
3. Kegiatan Refleksi
Tujuan refleksi adalah untuk menemukan kelebihan dan kekurangan pelaksanaan
pembelajarn. Kegiatan diawali
dengan penyampaian kesan dari pembelajar dan selanjutnya diberikan kepada
pengamat. Kritik dan saran diarahkan dalam rangka peningkatan kualitas
pembelajaran dan disampaikan secara bijak tanpa merendahkan atau menyakiti hati
guru yang membelajarkan. Masukan yang positif dapat digunakan untuk merancang
kembali pembelajaran yang lebih baik.Segera setelah proses pembelajaran
berakhir, dilakukan postclass discussion atau kegiatan refleksi.
Refleksi diikuti oleh semua anggota kelompok yang dimaksudkan untuk mengkaji
hasil pengamatan setiap anggota kelompok dan hasil rekaman proses pembelajaran.
Menurut Widjajanti (2006) dalam Rusman 2011, dengan pemahaman bahwa LS adalah
forum untuk saling belajar dalam upaya mengembangkan kompetensi masing masing anggota
tim, maka semangat dalam tahap refleksi ini adalah secara bersamasama menemukan
solusi untuk masalah yang muncul agar pembelajaran berikutnya dapat
dipersiapkan dan dilaksanakan dengan lebih baik. Dengan demikian, perlu dipahami
bahwa kegiatan refleksi bukan dimaksudkan untuk menilai kemampuan mengajar guru
model.
Meskipun semangat yang terkandung dalam LS adalah saling belajar, namun
mengingat budaya kita yang belum terbiasa dan tidak mudah untuk menerima kritik
secara langsung, maka disarankan fokus evaluasi adalah pada bagaimana respon siswa
terhadap pembelajaran yang dilaksanakan. Oleh karena itu, guru lain sebagai pengamat
diharuskan untuk mendengarkan, mengamati, dan mencatat setiap tanggapan siswa
secara rinci dan teliti. Diharapkan, guru model dapat menarik simpulan atas pembelajaran
yang ia laksanakan, berdasarkan hasil evaluasi terhadap respon siswa dari hasil
pengamatan guru lain dan dari hasil rekaman video. Dengan memperhatikan bagaimana
siswa belajar, diharapkan guru yang bersangkutan dapat mengidentifikasi kelebihannya
dan kekurangannya dalam melaksanakan pembelajaran.
4. Tahap Tindakan
Dari hasil refleksi dapat diperoleh sejumlah pengetahuan baru
atau keputusan-keputusan penting guna perbaikan dan peningkatan proses
pembelajaran, baik pada tataran individual, maupun menajerial.
E.
Implementasi Lesson Study dalam
Pembelajaran
LS dapat meningkatkan profesinalisme guru, maka pelaksanaan LS
secara berkesinambungan diyakini dapat meningkatkan praktik-praktik
pembelajaran sehari-hari. Peningkatan praktik-praktik pembelajaran akan
bermuara pada peningkatan kualitas proses dan hasil belajar siswa. Menurut
Santyasa (2009) dalam praktik pembelajaran secara operasional LS dapat
dilaksanakan melalui enam tahapan yaitu:
1.
Membentuk kelompok LS
Pada tahapan pertama ini, ada empat langkah
kegiatan yang dapat dilakukan, sebagai berikut.
a.
Merekrut anggota kelompok dari guru, dosen,
pejabat pendidikan, dan pemerhati pendidikan.
b.
Membuat komitmen untuk menyediakan waktu khusus
guna mewujudkan atau mengimplementasikan LS.
c.
Menyusun jadwal pertemuan tertentu mengingat
pertemuan sangat sering dan beragam.
d.
Menyetujui aturan main kelompok, antara lain
bagaimana cara mengambil keputusan kelompok, bagaimana membagi tanggung jawab
antaranggota kelompok, penggunaan waktu, dan bagaimana menyampaikan saran,
termasuk bagaimana menetapkan siapa yang menjadi fasilitator diskusi.
2.
Memfokuskan LS
a.
Menyepakati tema penelitian untuk LS. Tema penelitian dipilih dengan memperhatikan tiga hal.
Pertama, bagaimana kualitas aktual para siswa saat sekarang. Kedua, apa
kualitas ideal para siswa yang diinginkan di masa mendatang. Ketiga, adakah
kesenjangan antara kualitas ideal dan kualitas aktual para siswa yang menjadi
sasaran LS.
b.
Memilih mata pelajaran untuk LS. Sebagai panduan memilih mata pelajaran dapat menggunakan
pertanyaan berikut. Pertama, mata pelajaran apa yang paling sulit bagi siswa.
Kedua, mata pelajaran apa yang paling sulit diajarkan oleh guru. Ketiga, mata
pelajaran apa yang ada pada kurikulum baru yang ingin dikuasai dan dipahami
oleh guru.
c.
Memilih topik (unit) dan pelajaran (lesson).
Topik yang dipilih sebaiknya adalah topik yang selalu sulit bagi siswa atau
tidak disukai siswa, topik yang sulit diajarkan atau tidak disukai guru, atau
topik yang baru dalam kurikulum. Setelah topik dipilih selanjutnya menetapkan
tujuan topik tersebut. Berdasarkan tujuan topik ini ditetapkan beberapa
pelajaran yang akan menunjang tercapainya tujuan topik tersebut.
3.
Merencanakan research lesson
Dalam merencanakan suatu RL, dilaksanakan
tiga langkah kegiatan sebagai berikut.
a.
Mengkaji pelajaran-pelajaran yang sedang
berlangsung atau yang sudah ada.
b.
Mengembangkan suatu rencana untuk memandu
belajar. Rencana untuk memandu siswa belajar akan memandu pelaksanaan
pembelajaran, pengamatan, dan diskusi tentang RL serta mengungkap temuan yang
muncul selama LS berlangsung.
c.
Mengundang pakar dari luar (bila memungkinkan).
Pakar bisa dari guru, dosen, atau peneliti yang memiliki pengetahuan tentang
bidang studi dan atau bagaimana membelajarkannya.
4.
Membelajarkan dengan mengamati research lesson
RL yang telah direncanakan sudah dapat
diimplementasikan dan diamati. Salah satu guru yang telah disepakati ditunjuk
untuk membelajarkan pelajaran (lesson) yang sudah ditetapkan,
sedangkan anggota kelompok lain sebagai pengamat. Pengamat berbagi tugas dan
tugas utamanya adalah hanya untuk mempelajari pembelajaran yang berlangsung,
bukan membantu siswa. Untuk mendokumentasikan research lesson dapat
dilakukan dengan menggunakn audiotape, vediotape, handycam,
kamera, karya siswa, dan catatan observasi naratif.
5.
Mendiskusikan dan menganalisis research lesson
RL yang sudah diimplementasikan perlu
didiskusikan dan dianalisis. Diskusi dan analisis diharapkan memuat hal-hal
sebagai berikut: refleksi instruktur, latar belakang anggota kelompok LS, presentasi dan diskusi tentang data dari RL.
6.
Merefleksikan LS dan merencanakan tahapan
berikutnya
Dalam merefleksikan LS perlu
dipikirkan tentang apa yang sudah berlangsung dengan baik sesuai dengan rencana
dan apa yang masih perlu diperbaiki. Selanjutnya perlu juga dipikirkan apa yang
harus dilakukan kelompok LS.
Terkait dengan
penyelenggaraan LS, Mulyana (2007) dalam Sudrajat (2009) mengetengahkan
tentang dua tipe penyelenggaraan LS, yaitu LS berbasis sekolah
dan LS berbasis MGMP. LS berbasis sekolah dilaksanakan oleh semua
guru dari berbagai bidang studi dengan kepala sekolah yang bersangkutan dengan
tujuan agar kualitas proses dan hasil pembelajaran dari semua mata pelajaran di
sekolah yang bersangkutan dapat lebih ditingkatkan. Sedangkan LS
berbasis MGMP merupakan pengkajian tentang proses pembelajaran yang
dilaksanakan oleh kelompok guru mata pelajaran tertentu, dengan pendalaman
kajian tentang proses pembelajaran pada mata pelajaran tertentu, yang dapat
dilaksanakan pada tingkat wilayah, kabupaten atau mungkin bisa lebih diperluas
lagi.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di
atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. LS merupakan salah satu model pembinaan
profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan
berlandaskan pada prinsip-psrinsip kolegalitas dan mutual learning untuk
membangun komunitas belajar.
2. Ciri-ciri dari LS yaitu adanya: (a) tujuan bersama untuk jangka
panjang; (b) materi pelajaran yang penting; (c) studi tentang siswa secara
cermat; dan (d) observasi pembelajaran secara langsung.
3. LS memberikan banyak manfaat bagi para
guru, antara lain: (a) guru dapat mendokumentasikan kemajuan kerjanya, (b) guru
dapat memperoleh umpan balik dari anggota/komunitas lainnya, dan (c) guru dapat
mempublikasikan dan mendiseminasikan hasil akhir dari LS.
4. Penyelenggaraan LS dapat dilakukan dalam dua tipe: (a) LS
berbasis sekolah; dan (a) LS berbasis MGMP.
5. LS dilaksanakan berdasarkan
tahapan-tahapan secara siklik, meliputi : (a) tahapan perencanaan (plan);
(b) pelaksanaan (do); (c) refleksi (check); dan (d) tindak lanjut (act).
6. LS juga dilaksanakan berdasarkan
tahapan-tahapan secara siklik, meliputi : (a) tahapan perencanaan (plan);
(b) pelaksanaan (do); (c) see.
DAFTAR PUSTAKA
Krisnawan. 2010. “Lesson Study dalam Pendidikan Berkarakter”. http://krisna1.blog.uns.ac.id/2010/05/03/lesson-study-dalam-pendidikan-berkarakter/,
diakses 23 Oktober 2012.
Lufri. 2007. Strategi
Pembelajaran Biologi. Padang: Universitas Negeri Padang.
Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan
Profesionalisme Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Santyasa, I Wayan. 2009. “Implementasi
Lesson Study dalam
Pembelajaran”. Makalah disajikan dalam Seminar
Implementasi Lesson Study dalam Pembelajaran bagi Guru-guru TK, Sekolah Dasar,
dan Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Nusa Penida, Nusa Penida, 24
Januari 2009. http://www.freewebs.com/santyasa/pdf2/IMPLEMENTASI_LESSON_STUDY.pdf,
diakses 23 Oktober 2012.
Sudrajat, Akhmad. 2008. “Lesson Study untuk Meningkatkan Proses dan Hasil Pembelajaran”. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/22/lesson-study-untuk-meningkatkan-pembelajaran/,
diakses 23
Oktober 2012.
Suri, Hairus. 2008. “Lesson Study: 3 Tahapan Lesson Study”. http://pembelajaran
guru.wordpress.com/2008/05/24/lesson-study-%E2%80%93-3-tahapan-lesson-study/,
diakses 23
Oktober 2012.
PERTANYAAN
BalasHapus1. apakah dibenarkan untuk mengoreksi subtansi pembelajaran guru model sementara observer berasal dari disiplin ilmu yang berbeda?
2. Kapan LS pada satu siklus dikatakan berhasil?
3. Bagaimana peran K-13 dalam LS sementara perangkat pembelajaran dan materi sudah disettel dengan baik dalam kurikulum?
4. Bagaimana menyusun lembar observasi berbasis pendekatan QUANTITAIVE karena kebanyakan lembar observasi cendrung pada pendekatan QUALITATIVE?
5. Bagaimana menysusun STANDAR RPP yang dapat menjadi acuan bagi guru model dan observasi dalam mengukur dan menganalisa perangkat pembelajaran setiap guru model?
6. Bagaimana menyusun penilaian efektif pada kognisi dan afektif siswa dengan jumlah siswa 40?
terima kasih atas jawabannya